Persamaan Bahasa Indonesia dan Musik Sebagai Pemersatu

Afri Rismoko/Ayosemarang.com

Belakangan ini hampir seluruh anak muda di Indonesia sedang menggandrungi alunan lagu yang dibawakan Didi Kempot. Penampilan pria kelahiran Surakarta, 31 Desember 1966 ini mampu membius para penonton dalam setiap aksi panggungnya.

Uniknya, lagu-lagu yang dibawakan Didi Kempot hampir semuanya berlirik bahasa Jawa, namun hal itu tidak menjadi penghalang bagi anak muda yang bukan berasal dari Jawa untuk kemudian memahaminya. Hampir di setiap arena panggung yang menjadi venue Didi Kempot tampil, para penonton ikut bernyanyi dengan lantang.

Misalkan saja seperti di Jakarta. Ibukota negara ini merupakan miniatur Indonesia. Semua orang dari berbagai etnis dan suku dari seluruh penjuru Nusantara ada disini.

Ketika Didi Kempot melantunkan lagu-lagu Jawa-nya di ibukota, semua golongan tumplek blek ikut bernyanyi dan berjoget. Bisa dibilang jika musik adalah bahasa pemersatu sesungguhnya, yang tidak terbatas pada lirik lagu Jawa ataupun lainnya. Semua mencoba memahami dan melantangkannya.

Ada banyak lain hal lagi yang menguatkan pendapat bahwa bahasa pemersatu adalah musik. Alunan-alunan nada yang mengusung tema dasar nasionalisme dan patriotisme juga sudah banyak diciptakan para musisi tanah air, diluar lagu-lagu wajib nasional.

Tujuan mereka pun jelas, saat lagu itu dinyanyikan atau diputar dimanapun, bisa menggugah jiwa nasionalisme dan patriotisme yang bermuara pada persatuan. Sejumlah judul lagu yang mengusung tema nasionalisme dan patriotisme itu diantaranya seperti, Indonesia Satu yang dibawakan grup band Kotak, Garuda Di Dadaku dari Netral, Bendera oleh Cokelat, Menjadi Indonesia dari Efek Rumah Kaca, Rumah Kita dari God Bless.

Kemudian, Jadilah Legenda milik Superman Is Dead (SID), ada juga Dari Mata Sang Garuda persembahan Pee Wee Gaskins, Selamanya Indonesia dari Twenty First Night, Merah Putih persembahan Saykoji. Dan banyak lagi alunan lagu-lagu yang mengusung tema nasionalisme dan patriotisme.

IMBC 2019

Sama halnya dengan bahasa Indonesia, bahasa pemersatu yang dicetuskan oleh Muhammad Yamin pada 28 Oktober 1928, alunan lirik sebuah musik juga bisa diibaratkan pemersatu. Tidak terbatas pada siapa yang menyanyikan dan lirik berbahasa apa yang dikeluarkan.

Lagu memiliki alunan nada, lirik, chord, dan iringan yang berbeda. Sama dengan berbagai ragam bahasa di Nusantara yang memiliki kosakata, pengucapan dan arti yang berbeda, lalu saat itulah bahasa Indonesia hadir untuk memberikan persamaan dan pemersatu yang dapat dipahami semua orang dari berbagai latar belakang.

Jika bahasa Indonesia sudah tertanam dalam jiwa setiap individu di tanah air, maka hal serupa juga berlaku untuk musik. Saat ini, musik sudah menjadi bagian hidup dari setiap diri manusia. Kita setiap harinya pasti mendengarkan musik, entah untuk hiburan ataupun berkreasi.

Saat kita berbicara mengenai persatuan, mungkin musik hadir sebagai jawaban. Lagu-lagu bertema nasionalisme dan patriotisme didengungkan. Simpel, menghibur.

IMBC 2019

Bicara musik sebagai pemersatu juga tak sebatas lirik ataupun alunan nada, diluar itu ada contoh kongkrit. Kita bisa kembali ke tulisan diawal, seorang Didi Kempot yang notabenenya Jawa tulen, mampu mempersatukan ribuan orang di sebuah acara konser untuk ikut bernyanyi bersama lagu-lagu berbahasa Jawa, padahal dari ribuan orang yang hadir memenuhi konsernya itu belum tentu Jawa semua.

Disitupun bahasa musik menunjukkan kekuatannya. Kekuatan yang mampu mempersatukan, tidak terbatas apapun, selayaknya bahasa Indonesia yang diucapkan siapapun.

Cukup naif rasanya saat ini jika banyak dari kita yang membanggakan berbahasa negara lain, padahal negara bahasa kita sendiri sangat mudah dipahami. Musik mungkin menjadi salah satu solusi yang bisa dijadikan media untuk mempelajari bahasa kita sendiri. Bukan hanya pemersatu, itu pun membuktikan bahwa musik bisa dijadikan sebagai media edukasi.

Pada dasarnya, musik dan bahasa Indonesia memiliki kesamaan dalam topik pemersatu. Tinggal bagaimana kita mau memahaminya atau tidak.